Senin, 26 Agustus 2013

Pahlawan & Raja Jambi

Sultan Thaha Syaifuddin (1816 - 1904)


Sulta Thaha merupakan pahlawan nasional asal Jambi. Dilahirkan pada pertengahan tahun 1816 di Keraton Tanah Pilih Jambi. Ia merupakan putra dari Sultan M. Fachrudin dengan gelar sultan Kramat. Nama asli Sultan Thaha adalah Sultan Raden Toha Jayadiningrat. Ketika kecil ia biasa dipanggil Raden Thaha Ningrat.


Masa perlawanan terhadap Belanda di bawah kepemimpinan Sultan Thaha berlangsung selama lebih 46 tahun. Beliau wafat pada tahun 1904 dalam pertempuran melawan tentara Belanda di Betung Bedarah, Muaro Tebo, Provinsi Jambi. Sampai akhir hayatnya, perjuangan Sultan Thaha tidak pernah dapat dipatahkan.   

Berdasarkan SK Presiden RI No. 079/TK/1977,Sultan Thaha dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.


 Monumen Sultan Thaha Syaifuddin di Lapangan Kantor Gubernur Provinsi Jambi berdiri kokoh, layaknya perjuangan beliau membela tanah air yang tak dapat digentarkan oleh apapun.


Kompleks makam Sultan Thaha di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi


Makam Sultan Thaha Syaifuddin


Photo ini di dapat dari situs http://collectie.tropenmuseum.nl/
Dengan Judul Groepsportret met de Sultan van Djambi en zijn gevolg
(Potret Kelompok Sultan Jambi dan rombongannya)

Het originele bijschrift bij deze foto luidt: "De laatste sultan van Jambi met zijn gevolg". Mogelijk is hier Sultan Thaha Syaifuddin van Jambi (1816-1904) geportretteerd. Hij werd in 1904 gevangengenomen en gedood door Nederlandse militairen. Het huidige vliegveld bij de gelijknamige hoofdstad van het district Jambi is naar hem vernoemd.
(Keterangan asli untuk foto ini berbunyi: "sultan terakhir Jambi dengan rombongannya." Mungkin digambarkan di sini Sultan Thaha Syaifuddin Jambi (1816-1904) . Dia ditangkap dan dibunuh pada tahun 1904 oleh tentara Belanda. Saat ini bandara di ibukota Jambi dinamai menurut namanya.)

Pangeran Wiro Kusumo



Siapa Pangeran Wiro Kusumo

Sejarah Jambi dari pertengahan 1800an sampai bagian pertama 1900an, diisi dengan kegiatan dari keturunan Arab seperti Idrus (Sayyid Idrus bin Hasan Al Jufri, atau  Habib Idrus). Kakek Sayyid Idrus lahir sebagai seorang bangsa Arab tulen berasal dari semenanjung Arab dan telah bermigrasi ke Hindia Timur pada  akhir abad ke 18. Sayyid Idrus memiliki darah Jambi, karena ayahnya telah memperistri salah satu wanita dari kesultanan Jambi, dan nantinya diapun melakukan hal yang sama.

Tanggal lahir Sayyid Idrus tidak diketahui pasti, namun dari dokumen Belanda (satu-satunya dokumen yang tersisa) diasumsikan bahwa beliau telah berumur 40 tahun pada tahun 1879. Dokumen Belanda juga telah mencatat kematiannya pada tahun 1905, meskipun tanda di depan makamnya menunjukkan tahun 1902.

Sayyid Idrus merupakan salah satu “Al Jufri” keturunan Arab. Al Jufri merupakan bagian dari Sayyid, salah satu dari Sembilan keluarga yang dihormati sebagai golongan elit agama berasal dari Hadhramaut (bagian selatan Semenanjung Arab). Mereka dihormati karena merupakan keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Al Jufri tinggal di Jambi dan memainkan peranan politik, baik untuk dan melawan kekuasaan kesultanan sejak tahun 1812.

Penguasa lokal, meliputi seluruh pulau-pulau yang kini diberi nama Indonesia mengagumi Al Jufri karena mereka merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW dan berbahasa Arab yang dianggap orang Muslim suci. Menikahi putri Al Jufri membawa keuntungan politik dan finansial yang luar biasa. Al Jufri yang berada di Jambi selalu menikah dengan perempuan lokal, karena permpuan dari bangsa mereka tidak ikut bermigrasi. Hal ini menyebabkan para pria keturunan Al Jufri menikah dengan putrid Sultan dan penguasa yang berpengaruh.

Peran Al Jufri sebagai Mediator

Dengan posisi Al Jufri yang belum disadari sebagai salah satu rakyat lokal, namun dikagumi dan dihormati, mereka sering menjadi penengah (mediator) antara penguasa local dan colonial belanda yang berkuasa pada abad ke-19. Anggota Al Jufri yang membawa peran sebagai mediator dan juru bicara untuk seluruh keturunan Al Jufri di Jambi adalah Sayyid Idrus. Dia mengisi posisi yang cukup unik ini dari tahun 1860an hingga dia meninggal pada tahun 1902/1905.

Disamping mengizinkan Sayyid Idrus menikah dengan putrinya, Sultan Nazaruddin memberikan Said Idrus gelar Pangeran Wirokusumo. Gelar ini juga digunakan pada tahun 1853 sebagai anggota “Kraton” (keluarga dari penguasa elit di istana Jambi) dan juga menandakan sebagai “pepati dalam, pejabat tinggi pemerintah yang memiliki tugas menggantikan Sultan ketika tidak ada dan juga sekaligus sebagai pengawas istana.

Dokumen Belanda mencatat Pangeran Wiro Kusumo memiliki kejeniusan berlindung dari partai-partai yang kuat. Ketika Sultan Nazaruddin memegang kekuasaan formal, beliau berhasil membuat dirinya menjadi wakil Sultan di ibukota. Hal ini dikarenakan Sultan hampir selalu memilih untuk tinggal jauh dari ibukota (kota Jambi) untuk menjauhkan diri dari Belanda.

Bukti Kekayaan dan Kekuatan Paengeran Wirokusumo

Menikah dengan salah satu putri Sultan Nazaruddin membawa Pangeran Wirokusumo kepada kekuasaan yang luar biasa. Ketika Sultan Thaha memperluas pengaruhnya pada 2 (dua) dekade terakhir di abad 19. Pangeran Wirokusumo mengambil hati Sultan Thaha. Dia bahkan berhasil menjadi keluarga Sultan Thaha dengan cara menikahi putrinya dengan Sultan Thaha.
Pada tahun 1875 Sultan Nazaruddin dan Pangeran Ratu (putra mahkota/perdana menteri) meninggalkan kekuasaannya kepada pejabat tinggi pemerintahan (pangeran wirokusumo) untuk mengatur dan mengurus semua urusan kerajaan.
  1. Dia mengatur pendapatan monopoli garam
  2. Dia mengatur pendapatan monopoli candu
  3. Dia memiliki dataran rendah yang luas (di sebelah timur provinsi jambi)
  4. Dia mendirikan Masjid Jami Al Ikhsaniyah

Rumah Sid Idrus bin Hasan Al Jufri

Rumah Sayyid Idrus, yang dikenal sebagai Pangeran Wirokusumo berlokasi di sisi utara Sungai Batanghari di Kota Jambi. Rumah tersebut telah didaftar oleh Kantor Pariwisata Jambi sebagai tempat wisata, namun situs wisata tersebut hanya sebagai referensi bagi observasi sejarah, tidak dirancang khusus untuk rekreasi. Tanda di depan rumah merupakan nama situs ini, Yaitu Rumah batu olak kemang

Makam Pangeran Wiro Kusumo
Pangeran Wiro Kusumo (Sayyid Idrus) dimakamkan dekat dengan tempat ia tinggal, berada dalam komplek Masjid Jami Ikhsaniyah.

Tanda yang melekat pada bangunan kecil dimana makamnya berada menunjukkan bahwa beliau meninggal pada tahun 1902. Dokumen sejarah, “Kesultanan Sumatra dan Pendudukan Kolonial: Jambi dan kebangkitan imperialism Belanda, 1830-1907” menunjukkan bahwa Pangeran Wiro Kusumo wafat pada tahun 1905.




Sumber: sumatfeet.wordpress.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar